Hal yang sama juga terjadi saat saya harus mengelola kelas dengan sesi eksperimen pemrograman atau paling tidak demo. Setiap peserta/siswa memiliki laptop/komputer yang berbeda-beda. Biasanya sesi awal eksperimen habis waktu untuk menyelesaikan masalah instalasi dan konfigurasi tools. Oleh karenanya lebih suka menggunakan IDE/tools portable seperti Eclipse IDE, teks editor Notepad++ portable atau Sublime Text (favorit saya sekarang). Saya juga lebih suka menggunakan lingkungan shell seperti Cygwin atau semisalnya. Untuk web server saya lebih suka XAMPP (WAMPP atau LAMPP), sebab karena portabilitas mereka.
Sampai akhirnya saya install Virtual Box. Kami bisa saling berbagi image system, dan bisa bekerja di system yang memiliki kemiripan tinggi dengan target system dimana software kami akan diinstal. Permasalahannya adalah konfigurasi untuk bridging antara system image di Virtual Box dengan system operasi yang kami gunakan sebagai lingkungan pengembangan tidak semudah yang dibayangkan.
Kami juga menggunakan kontrol revisi seperti SVN dan Git. Tetapi mereka hanya menyelesaikan masalah sinkronisasi kode, bukan menyelesaikan masalah konfigurasi system. Tetap saja rekan-rekan tim memiliki konfigurasi database yang berbeda, misalnya: port, username dan password.
Tetapi, tetap saja saya, sebagai sys-admin, harus memastikan bahwa semua orang memiliki konfigurasi yang sama. Hal ini seringkali membuat saya frustasi. Sampai akhirnya saya berkenalan dengan Vagrant beberapa bulan ini.
Instalasi dan dokumentasi di situs Vagrant sendiri cukup jelas bagi para pemula seperti saya.
No comments:
Post a Comment