Sering kali dan sangat sering, saya kehilangan momen untuk memulai memprogram. Ada saja alasannya. Seperti hari ini, ada 2 proyek software dan 1 laporan yang perlu saya selesaikan. Kedua-duanya perlu skill menulis, meskipun beda nuansa. Satunya menulis kode program dengan emosi ditekan dan logika dibiarkan liar. Satunya lagi menulis laporan, dengan emosi dikembangkan dan logika sedikit disesuaikan. Dua-duanya perlu skill menulis. Dan dua-duanya perlu sesuatu yang sering saya jadikan alasan kepada istri saya, "mood".
Saya hari ini membaca artikel Joel di
Joel on Software berjudul "The Joel Test: 12 Steps to Better Code".
- Do you use source control?
- Can you make a build in one step?
- Do you make daily builds?
- Do you have a bug database?
- Do you fix bugs before writing new code?
- Do you have an up-to-date schedule?
- Do you have a spec?
- Do programmers have quiet working conditions?
- Do you use the best tools money can buy?
- Do you have testers?
- Do new candidates write code during their interview?
- Do you do hallway usability testing?
Saya coba fokus kepada
Do programmers have quiet working conditions? Joel menggaris-bawahi beberapa dokumen terkait hubungan tingkat produktifitas dan "zone" para knowledge-worker (pekerja pengetahuan) yang salah satunya adalah programer. Mereka -- pekerja pengetahuan -- memerlukan kondisi flow (mengalir) atau zone (zona) nyaman, sehingga kreatifitas mereka benar-benar mengalir. Segala gangguan suara seperti keributan di sekeliling mereka, dering telepon, suara bercakap-cakap rekan sekerja, atau bahkan hanya sekedar suara pintu yang buka-tutup, cukup menggangu kinerja (produktifitas) mereka. Oleh karenanya mereka seringkali perlu pergi berjalan 5 menit menuju Starbucks untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Saya sendiri sering melakukannya dengan sengaja pindah kerja ke ruang perpustakaan, atau menggeser waktu kerja saya setelah jam kantor, atau bahkan sengaja tidak ngantor untuk dapat menyendiri di kamar saya di rumah. Sering kali saya sengaja baru datang ke kantor jam 2 atau jam 3 sore, hanya untuk menghindari rekan sekerja, agar saya bisa melanjutkan pekerjaan menulis (laporan, desain, coding) saya. Ini memang aneh bagi sebagian besar rekan saya di kantor. Awalnya saya dapat rapor merah dari pimpinan. Bahkan secara halus saya diusir dari kantor setelah jam 5 sore. Lampu-lampu dimatikan oleh satpam dan termasuk juga lift. Beberapa kali saya sempat terjebak di lantai 5 gedung lama PDII (waktu itu ruang subid komputer masih di sini). Kadang-kala beberapa teman seprofesi (Romi, Slamet, Sjaeful) masih bersama saya beberapa jam. Lantai 5 gelap, bahkan salah satu senior saya sempat tiba-tiba lari turun dan pulang karena di ruangannya, sebelah ruang saya, katanya ada suara wanita "tanpa wujud" membisikinya. Sehingga lengkap sudah. Saya terjebak gelap dan terkunci di lantai 5, tanpa bisa turun lewat lift. Tetapi kemudian beberapa pimpinan membolehkan saya kerja sampai tengah malam di kantor. Tetapi tetap saja jam kantor saya dianggap cuman 1 jam, yaitu jam 2 sd 3. Sedangkan sisanya jam 4 sd jam 11 malam dianggap tidak ada. Jangan harap uang lembur.
Balik lagi masalah "zona produktif". Saya memerlukan waktu-suasana-emosi atau singkatnya "mood" untuk memulai pekerjaan coding atau menulis lainnya. Booting-up-nya juga sangat lambat. CPU di batok kepala saya ini mungkin masuk keluarga 480, bukan Pentium apalagi Core 2 Duo, jadi lambat. Seperti hari ini, saya sudah buka komputer sejak jam 10 pagi tadi. Saya sudah olahraga sebelumnya. Saya sudah cukup tidur semalam. Saya sudah sarapan enak, nasi pecel kesukaan saya. Anak-anak tidak rewel, istri juga nggak rewel. Semua kondusif. Tapi sampai artikel ini saya tulis, saya belum mood juga.
Menurut Joel di artikel tersebut, kebanyakan programmer perlu waktu 15 menit untuk booting-up. Bahkan gangguan walau cuman 30 detik, akan menghambat produktifitas para programmer rata-rata 15 menit. Itu programmer selevel Joel cs. Bagaimana dengan saya?